BUDAYA

Senin, 22 Maret 2010

Ki Dipomenggolo Cikal Bakal Pulutan?

Alamnya masih terasa sangat asri, banyak pepohonan yang tumbuh dengan subur sehingga menjadikan udaranya masih bersih, itulah Kelurahan Pulutan salah satu kelurahan dari 22 kelurahan yang ada di Kota Salatiga. Di dalam prasasti Plumpungan disebutkan tentang Trigramyama atau tiga desa yakni Hampra (Prampelan), Puhunan (Pulutan), dan Praktaha (Padaan). Sehingga berpijak dari tulisan dalam prasasti tersebut keberadaan desa Puhunan (Pulutan) ternyata telah ada semenjak 750 Masehi.
Menurut Bapak HM. Syafii salah seorang sesepuh di Kelurahan Pulutan dan sekaligus peminat sejarah dan adat budaya Jawa, sebutan Puhunan atau Pulutan itu sendiri diyakini berasal dari sejenis tanaman perdu yang kini disebut Pulutan. Tanaman ini dapat mencapai tinggi 1-2 meter, batang berkayu, berbulu lebat, berwarna ungu. Daun tunggal, bulat telur, berbulu warna hijau sampai ungu. Bunga tunggal, di ketiak daun, warna merah. Buah kotak, tertutup rambut seperti sikat warna cokelat, biji segitiga putih (//tanamanherbal.wordpress.com) Banyak warga yang sudah tidak mengenali tanaman Pulutan ini bahkan ketika diadakan acara bersih makam Dipomenggalan warga akan membersihkan tanaman perdu tersebut, namun kemudian Bapak Syafii melarangnya.
Bahkan lebih lanjut Bapak Syafii berkeinginan untuk melestarikan tanaman pulutan tersebut, karena beliau meyakini bahwa dari tanaman perdu tersebutlah muncul nama Desa Pulutan dan bahkan memungkinkan menjadikan tanaman tersebut sebagai salah satu ciri khas Desa Pulutan Selain itu Bapak Syafii mengatakan bahwa tanaman Pulutan tersebut ternyata memiliki kasiat dapat dijadikan sebagai obat sakit perut. Dahulu, sekitar empat puluh tahun yang lalu di dusun Kenteng RW 5 Pulutan terdapat peninggalan berupa batu yang kemungkinan merupakan peninggalan jaman awal berkembangnya Desa Puhunan, namun karena tempat tersebut sering dijadikan lokasi pemujaan tertentu maka muncul kekawatiran dari warga di masa itu bahwa pemujaan tersebut dapat membawa kepada perilaku syirik (menyekutukan Tuhan). Dengan kekawatiran tersebut maka peninggalan batu tersebut dihancurkan dan sudah tidak ada bekasnya lagi.
Hal ini tentunya sangat disayangkan karena salah satu bukti sejarah telah dimusnahkan, padahal dalam peninggalan batu tersebut terdapat beberapa tulisan Jawa kuno yang mungkin dapat mengungkapkan suatu peristiwa atau keadaan tertentu di masa lalu. Perihal keberadaan pelereman Dipomenggalan, Bapak Syafii menjelaskan bahwa alur sejarah dari era prasasti Plumpungan hingga Ki Dipomenggolo seperti terputus, sehingga tidak ada penjelasan peristiwa hingga munculnya Ki Dipomenggolo yang kini diyakini sebagai cikal bakal warga Pulutan. Adapun Ki Dipomenggolo sendiri merupakan putra kelima belas dari Pangeran Cokrodiningrat salah satu putra menantu raja Mataram.
Pangeran Dipomenggolo merupakan sosok yang sangat mencintai rakyatnya, sehingga karena kecintaannya pada rakyatnya maka Pangeran Dipomenggolo memutuskan untuk meninggalkan kenikmatan kehidupan kerajaan dan memilih berbaur dengan masyarakat menjadi rakyat biasa. Desa Pulutan menjadi tempat yang dipilih oleh Pangeran Dipomenggolo untuk melanjutkan kehidupannya. Ditempat inilah Pangeran Dipomenggolo yang selanjutnya lebih dikenal Ki Dipomenggolo hidup, beranak pinak hingga wafatnya.
Bahkan hingga saat ini sebagian warga Pulutan mengaku masih sebagai keturunan dari Ki Dipomenggolo. Sebagai bentuk penghormatan kepada leluhurnya tersebut maka salah satu jalan di Desa Pulutan diberi nama Jalan Dipomenggolo. Selain itu warga Pulutan secara rutin melakukan kegiatan bersih makam, termasuk makam Ki Dipomenggolo dan menggelar tahlilan dan doa bersama untuk para leluhurnya.(pnj)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
template : HB  |    by : boedy's